BandarlampungEkonomi & BisnisRuwa Jurai

Sengketa Waris Rp Miliaran, Anak Lawan Paman dan Bibi di Pengadilan Agama Tanjungkarang

3
×

Sengketa Waris Rp Miliaran, Anak Lawan Paman dan Bibi di Pengadilan Agama Tanjungkarang

Sebarkan artikel ini

Bandar Lampung – Pengadilan Agama (PA) Tanjungkarang menggelar sidang sengketa waris antara Fadhel Alghiffari Husin melawan pamannya, Ferry Ardiansyah, dan bibinya, Media Sari Putri. Sidang yang digelar dengan agenda pembuktian tertulis itu berlangsung pada Senin (29/9/2025).

Dalam persidangan, kuasa hukum penggugat, Abdul Wahid, menyerahkan 14 dokumen sebagai alat bukti. Ia menyebut masih ada tambahan bukti yang akan diajukan pada agenda sidang berikutnya.

Perkara dengan Nomor 1253/Pdt.G/2025/PA.Tjk ini terkait dugaan penguasaan harta peninggalan almarhum Anthoni Siaga Putra, ayah kandung penggugat. Persoalan bermula sejak Anthoni terserang stroke berat pada 2018 hingga wafat pada 2022. Karena kondisi kesehatan yang menurun, seluruh urusan keluarga kala itu dikuasakan kepada kerabat terdekat.

Menurut Wahid, tergugat I saat ini menguasai tiga aset tidak bergerak berupa satu unit rumah, bangunan kos, dan sebidang lahan. Sedangkan tergugat II menguasai satu aset bergerak berupa satu unit mobil. Sebagian aset yang sebelumnya dikuasai pihak bibi memang telah dikembalikan secara kekeluargaan, namun empat aset lainnya masih dipersoalkan.

“Upaya damai sebenarnya sudah diusahakan, tapi tidak ada titik temu. Karena itu, gugatan resmi kami daftarkan pada 24 Juni 2025,” kata Wahid.

Salah satu objek yang dipersoalkan adalah rumah tinggal yang dialihkan atas nama tergugat I melalui akta hibah. Pihak penggugat menilai hibah tersebut cacat hukum karena dilakukan saat pemberi hibah dalam kondisi sakit berat.

“Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 213 jelas disebutkan hibah sah apabila dilakukan ketika pemberinya dalam keadaan sehat dan sadar. Faktanya, ayah klien kami sudah tidak mampu berbicara,” tegas Wahid.

Ia juga menyoroti kekeliruan administratif dalam akta hibah yang menyebut almarhum sebagai ‘orang tua’ tergugat, padahal hubungan keduanya adalah kakak-adik kandung. “Ini bukan kesalahan kecil, melainkan menyangkut keabsahan akta otentik,” ujarnya.

Wahid menekankan, gugatan ini bukan semata soal harta, melainkan perlindungan terhadap hak seorang anak yatim. “Kami berharap majelis hakim melihat keadilan substantif, bukan sekadar formalitas dokumen,” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, pihak tergugat belum memberikan keterangan terkait jalannya sidang pembuktian tersebut. ( rls).