Bumilampung.com – Pendataan bantuan sosial (Bansos) dari pemerintah patut dipertanyakan. Sebab, banyak warga yang tidak tersentuh bantuan tersebut, meski kondisinya sangat memprihatinkan.
Salah satunya Satiyem (64) janda lanjut usia (lansia) yang tinggal di Dusun Kuripan, Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Pesawaran.
Dia hidup bersama anaknya Santi (20) di rumah yang tidak layak huni bersama anaknya yang menyandang disabilitas, setelah suami meninggal dunia sejak puluhan tahun lalu.
Kondisi rumahnya sungguh memprihatinkan. Rumah yang sudah dimakan usia ini berukuran sekitar 5 x 7 meter. Rumah beratapkan genting yang sudah bocor dan berdinding geribik yang sudah lapuk, seolah tidak terlihat karena terhimpit rumah megah.
Mirisnya, janda lansia menempati rumah tidak layak tersebut, tidak menarik perhatian beberapa pejabat.
Ketika beberapa program dari Kementerian Sosial (Kemensos) seperti PKH dan BPNT dalam pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM), sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, sejak tahun 2007 telah dilaksanakan pemerintah Indonesia. Namun tak satupun yang singgah ke rumahnya.
Satiyem mengaku, tidak pernah menerima bantuan PKH dan tidak juga menerima BPNT yang di belanjakan di E-Warung dengan menggunakan kartu Kombo.
“Tidak, tidak pernah dapet, tidak pernah dikasih. Kapan pernah ngasih saya” ungkap Satiyem, Jum’at (8/5).
Dirinya sangat mengharapkan bantuan tersebut bisa diterima sebagaimana yang telah dinikmati sejumlah warga tidak mampu di desa setempat, tetapi hingga sekarang, harapan mendapatkan PKH dan BPNT belum ada kejelasan.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Satiyem mengandalkan sisa panen padi milik orang lain dan membantu membungkus kerupuk di pabrik dekat rumahnya, dari mengumpulkan sisa padi tersebut Satiyem mendapatkan beras sebanyak setengah kilogram beras untuk memenuhi kebutuhan pangan bersama anaknya Santi dan upah Rp.10.000 sehari dari mengikat plastik kerupuk di pabrik.
“Bingung mau kerja dimana setelah puluhan tahun ditinggal suami, saya memungut padi bekas orang panen dari situ kami dapet untuk makan, kalau bungkus kerupuk kami juga dapet dikasih uang Rp.10.000 untuk upah kami berdua,” ucapnya.
Adapun rumah renta sudah ditempati Satiyem sekarang ini, kondisinya semakin memprihatinkan, dinding lapuk dimakan usia, atap genting tua sering bocor dan permukaan lantai semen seadanya sudah terlihat pecah di sejumlah titik.
“Saya tinggal berdua dengan anak saya di rumah ini. Ketika malam tiba dan hujan mulai turun, atap pada bocor” imbuhnya.
Selain mengharapkan bantuan PKH dan BPNT, Janda Satiyem juga sangat mendambakan pemerintah membangun rumah sederhana, sehingga dirinya dan anaknya Santi yang menyandang disabilitas bisa menjalani sisa hidup dengan tenang.
“Sudah lama ada yang foto kondisi rumah saya, tetapi sampai sekarang belum ada yang kesini lagi untuk memperbaiki rumah, saya berharap pemerintah bisa membangun rumah sederhana, minimal di rehap agar saya bisa menjalani sisa hidup dengan tenang” tandasnya.
Sayangnya, aparatur desa tidak dapat dikonfirmasi. Kepala desa dihubungi via telpon dan whatsAap tidak digubris. Termasuk media ke rumah dan kantornya juga tidak ada di tempat. (rnn/asf)