Metro–Komisi I DPRD Kota Metro, mendesak Pemkot Metro menerbitkan peraturan walikota (Perwali) terkait tunjangan Hari Raya (THR) untuk tenaga honorer di lingkup pemkot setempat.
“Harus dipahami, tenaga honorer itu terdampak covid-19 juga. Jadi mereka sangat layak mendapat perhatian dari Pemkot Metro. Maka dari itu, mereka juga berhak mendapat tunjangan hari raya seperti para ASN itu,” kata Sekretaris Komisi I DPRD Kota Metro Amrulloh, Minggu (09/05/2021).
Menurut dia, meskipun Pemkot Metro saat ini sedang sibuk dengan urusan covid-19. Namun, jangan sampai mengabaikan nasib tenagan honorer atau pegawan non-ASN yang berperan mendukung kelancaran tugas kepemerintahan.
Dia menyebut dalam APBD Kota Metro telah dialokasikan dana untuk pemberian THR. Meskipun,m dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 42/05/Tahun 2021, tentang petunjuk teknis pelaksanaan pemberian THR yang bersumber dari APBN, Tenaga Non ASN/THL tidak termaksud didalamnya.
“Jika Pemkot mengacu pada peraturan itu, memang Tenaga Non ASN tidak mendapatkan THR keagamaan. Tapi Pemkot bisa memberikan THR melalui dana APBD,” tegasnya.
Dia mengatakan, APBD Kota Metro saat ini mencukupi,jika pemkot memberikan THR bagi tenaga honorer.
“Meskipun dengan adanya refocusing, jika Pemkot Metro memang peduli dengan tenaga Non ASN, pasti bisa dengan segera merealisasikan dengan menerbitkan perwalinya. Jangan sampai ini menjadi preseden buruk 100 hari kepemimpinan kepala daerah baru,” ucap Legislator muda dari Partai Demokrat itu.
Menurut dia, Pemkot Metro harus mengutamakan pembangunan yang bersifat urgent untuk kepentingan masyarakat banyak.
“Anggaran pengadaan keperluan rumah dinas walikota dan wakil walikota beserta isinya saya anggap belum terlalu urgent. Dan anggaran tersebut bisa ditunda dan dialihkan untuk THR Tenaga non-ASN, kemanusiaan dan political will walikota keywordsnya,” tambahnya.
Padahal, dia melanjutkan, tahun sebelumnya pandemi sudah melanda. Tetapi, tenaga Non ASN bisa mendapatkan THR.
“Kenapa di kepemimpinan yang sekarang ini malah Tenaga Non ASN tidak mendapatkan THR, padahal sama–sama dalam masa pandemi,” sesalnya.
Dia menyebut, tahun ininiada dua daerah di Indonesia: Purwakarta dan Salatiga yang memberikan THR kepada tenaga honorer.
“Di satu sisi buruh yang bekerja pada perusahaan diminta pemkot untuk memberikan THR. Sementara, tenaga Non ASN yang notabene bekerja dan mengabdi dengan pemerintah Kota Metro malah dilalaikan haknya. Ini sangat ironis dan bertabrakan dengan logika hukum,” terangnya.
Dia menyarankan, Pemkot Metro mencontoh dua daerah tersebut untuk mewujudkan pemerintahan yang berpihak kepada masyarakat. Sehingga tidak berdampak pada kecemburuan sosial antara ASN dan tenaga honorer.
“Sila ke lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Serta menempatkan nilai-nilai keadilan bagi internal pemerintahan itu sendiri,” imbuhnya.
Dia berharap, slogan kepala daerah saat mencalonkan diri, yakni mendengar dan bekerja hasil dari aspirasi yang disampaikan masyarakat langsung terbukti disaat 100 hari kerja sedang proses berjalan.
“Karena hari ini eksekutif bertugas untuk mengeksekusi seluruh keputusan dan kebijakan yang mana tertuang dalam Perda APBD maupun pergeseran anggaran sesuai aturan E- marking dan Refocusing dalam wujud nyata. Meminta Walikota Metro untuk tidak melempar tanggung jawab eksekusi tersebut, serta memahami fungsi dari DPRD,” imbuhnya. (Adv)