PESAWARAN – Dugaan pungulan liar (pungli) di dunia Pendidikan Kabupaten Pesawaran mencapai Rp. 70 juta per triwulan (selengkapnya lihat tabel/foto).
Bahkan dugaan pungli ini dananya berasal dari kepala sekolah (Kepsek) dan dana BOS ribuan siswa. “Ya ini datanya (data pungli, red) jumlahnya sangat fantastik yakni sekitar Rp. 70 juta per triwulan. Bayangin aja kalau satu tahun bisa beli mobil Fortuner,” terang salah seorang kepala sekolah salah satu SDN di Kecamatan Negerikaton sambil menunjukan data pungli kepada media di kantor Ikatan Jurnalis Kabupaten Pesawaran (IJKP), kemarin.
Ditegaskannya bawah data ini belum semuanya yang diperlihatkan. Setidaknya data yang diberikannya kepada awak media mencapai enam item pungli berkedok iuran.
“Dananya untuk apa dan kemana, kami tidak tahu. Pokoknya ya iuran. Termasuk pemotongan dana BOS. Memang tidak besar persiswanya, tetapi kalau dikalikan dengan jumlah siswa yang mencapai enam ribuan siswa, kan dananya besar,” terang dia.
Untuk itu, dirinya meminta kepada dinas Pendidikan dan bupati agar dapat menyikapi secepatnya dugaan pungli ini. Jangan sampai akibat pungli ini dunia Pendidikan di kabupaten ini menjadi rusak.
“Ini benar adanya (dugaan pungli, red). Kita siap diberhentikan kok. Saya juga gak gila jabatan. Laporan ini semata-mata ingin mutu Pendidikan ini jangan rusak hanya gegara pemimpin yang begini,” imbuh dia.
Bahkan mereka juga akan menggelar aksi jika memang tindakan dugaan pungli ini tidak disikapi oleh dinas dan bupati. “Ya kita tidak minta kami yang jadi Korcam. Tidak. Tapi tolonglah diganti orang lain. Jangan biarkan kami resah. Karena pertanggungjawaban dari pengeluaran dana BOS ini kan kepala sekolah. Tolong jangan kami jadi korbannya,” terangnya.
Diketahui sebelumnya, puluhan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan guru honorer di Kecamatan Negerikaton meminta agar Koordinator Kecamatan (Korcam) dan Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) kecamatan setempat segera dicopot dari jabatanya. Pasalnya, kedua pimpinan tersebut diduga telah melakukan Pungutan Liar (Pungli) dan tidak transparan dalam pengelolaan sejumlah dana iuran. (red)