Bumilampung.com – Vox Populi Vox Dei ialah pameo hukum yang mengartikan bahwa suara rakyat ialah suara Tuhan. Indonesia telah menggelar sebuah kontestasi pemilihan legislatif dan presiden pada 17 April lalu. Hari ini tahapan belum selesai masih ada prosedur hukum melalui Mahkamah Konstitusi sebagai jalan terakhir pencari keadilan.
Pilpres 2019 kembali menggelar laga ‘El Clasico’ antara dua putra terbaik bangsa yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Dua jurang tajam pembelahan rakyat dibawah membuat seluruh elemen bersiap-siap untuk mencegah kemungkinan terburuk, yakni perang saudara.
KPU RI telah menetapkan hasil pemilu pada 21 Mei dini hari dengan mengumumkan bahwa pasangan Joko Widodo dan KH Ma’aruf Amin keluar menjadi pemenang dalam perhelatan pilpres 2019. Ditengah dugaan kecurangan dan diperkuat oleh putusan Bawaslu bahwa KPU bersalah dalam melaksanakan situng.
Prof. Amin Rais yang menjadi bagian penting di kubu Adil-Makmur menyerukan people power atau penggalangan massa rakyat untuk membongkar kecurangan-kecurangan dalam peoses pemilu tahun ini. Pernyataan mantan ketua MPR tersebut membuat istana harus melakukan sebuah pencegahan agar persatuan bangsa harus dijunjung tinggi diatas segalanya.
Mulai 22 Mei dini hari massa sudah berkumpul di kantor Bawaslu untuk menyuarakan aspirasi dengan berbagai tuntutan kepada penyelenggara pemilu.
Aksi itu diwarnai dengan konflik dan kekerasan secara verbal antara aparat kepolisian dan peserta aksi massa yang datang dari berbagai daerah. Dengan sentimen agama, masyarakat dikondisikan dan dimobilisasi untuk meributkan isu-isu agama sehingga tidak peduli dengan kuasa oligarki yang berada di masing-masing kubu yang berkontestasi.
Didalam iklim yang syarat akan konflik seperti ini, tentu kita mengharapkan ada sebuah tokoh jalan tengah yang datang dan bicara sejuk soal dua kepentingan elit bangsa di republik. Tokoh negarawan itu yang belum kita lihat hari ini kemunculan nya.
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menjunjung tinggi dan mengakomodir keinginan rakyat. Kepentingan rakyat lah yang diutamakan dari kepentingan golongan. Kita harus tampil sebagai perekat persatuan itu agar perbedaan pandangan ini tidak semakin meruncing dan itu harus dilakukan oleh semua golongan tak terkecuali aktivis mahasiswa.
Ketua Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah HMI Cabang Bandar Lampung Arman Fellany Lamnunyai turut mengamati pergolakan politik yang semakin memanas.
Putera daerah Metro ini menekankan bahwa kita harus letakkan prinsip politik mercusuar sebagai new emerging force untuk meredam suasana yang terjadi beberapa hari ini.
Oligarki masih mendominasi dan para elite oligarki sudah menguasai demokrasi, masyarakat pun menjadi imbas akibat konflik kepentingan antar kelompok-kelompok elite.
Oligarki di Indonesia pejabat negara, para perwira militer, keluarga, sanak & teman mereka yang sebagai kaum kapitalis berasal dari penguasaan mereka atas monopoli, kontrak dan konsesi dalam proyek-proyek pembangunan.
Dari sini mereka berkembang menjadi para pangeran kerajaan bisnis dan masyarakat yang tidak memilik modal hanya bisa menjadi penonton.
Seperti halnya di film game of thrones ketika cersei mempertahankan iron throne dan daenrys mencoba merebut iron throne masyarakat tak bersalah menjadi korban atas kepentingan mereka
Bagi Arman kesatuan bangsa dan persatuan rakyat harus lebih diutamakan karena itu merupakan prioritas demokrasi dan prinsip didalamnya.
Tak sepantasnya negara yang sudah tujuh dasawarsa berdiri namun demokrasinya masih menimbulkan korban nyawa. Selaras dengan pernyataan Bung Karno bahwa politik adalah politik namun perikemanusiaan adalah perikemanusiaan dan Gus Dur menambahkan yang paling penting dari politik adalah perikemanusiaan.
“Masyarakat dan aparat jangan terprovokasi keadaan, kita (tidak) sedang menyelamatkan serigala yang sedang bertarung dengan harimau. percayalah saat ini para elite sedang asyik menonton kalian dengan secangkir kopi hangat,” pungkasnya. (rls/asf)