BANDARLAMPUNG – Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Agama (Kemenang) Provinsi Lampung, Dr. H. Puji Raharjo, S.Ag, S.S, M.Hum menegaskan bahwa perang yang terjadi di Palestine dan Israel bukan perang yang disebabkan masalah agama. Namun perang yang disebabkan perebutan teritorial atau wilayah. Perang ekonomi dan politik.
Penegasan tersebut disampaikan Dr. H. Puji Raharjo, S.Ag, SS, M.Hum saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara pelatihan manajemen kemasjidan angkatan I dan pelatihan keluarga sakinah angkatan I di Aula MAN 2 Bandarlampung, Senin (6/11/2023). Pelatihan tersebut berlangsung selama sepekan, mulai Senin (6/11/2023) hingga Sabtu (11/11/2023).
“Kita harus satu frekuensi menyikapi masalah global. Jangan sampai salah persepsi, apalagi merembet ke Lampung,” pesan Dr. H. Puji Raharjo.
Dr. Puji Raharjo juga menerangkan bahwa negara Palestina adalah kota bersejarah yakni tanah para nabi. Nabi yang diakui orang Yahudi, Kristiani dan agama Islam ada di Palestina.
Perang di Palestina adalah tragedi kemanusiaan yg melukai perasaan semua orang, sebagain besar umat muslim. Kita semua prihatin dan mengutuk keras serta meminta perang dihentikan.
Di negara Amerika sudah ada demo minta perang dihentikan dan Israel juga sudah ada demo meminta presidennya mundur. “Apalagi di Indonesia, mulai presidennya sampai rakyatnya semua mengutuk keras perang antara Israel dan Palestina,” terangnya.
Ia juga mengimbau untuk tidak salah frekuensi menanggapi isu global ini. Kita transaksi di mall, nongkrang bareng lintas agama sudah biasa. Kita sudah maju. Di Lampung multi etnis, multi agama.
Ancaman di tengah kita ada contoh ditingkat global. Perang di palestina bukan perang agama tapi perang penguasaan wilayah. Tragedi kemanusiaan. Tentang Politik, ekonomi dan kekuasaan. Ini jangan sampai ada sentimen agama di bangsa Indonesia.
Tantangan, adanya semangat agama yang sangat tinggi tapi mengesampingkan martabat kemanusiaan. Solusinya perkuat esensi ajaran agama, menghargai kemanusiaan, bergotong-royong, saling menghargai dan lain lain.
Tantangan kedua, mengklaim pemahaman agama paling benar (subjektif). Solusi, mengelola tafsir agama secara menyeluruh, perbanyak ngaji.
Penggunaan media sosial, ngaji di sosial media boleh jangan satu sumber.
Tantangan ketiga, berkembangnya beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI. (Een)